Ok

By continuing your visit to this site, you accept the use of cookies. These ensure the smooth running of our services. Learn more.

KILAS BALIK INFO SEPUTAR PERTAMBANGAN EMAS SECARA ILEGAL

KILAS BALIK INFO SEPUTAR PERTAMBANGAN EMAS SECARA ILEGAL
DI DISTRIK SIRIWO KABUPATEN NABIRE – PAPUA

Meluruskan dan menambahkan berita yang dimuat di Koran Nasional Kompas hari Rabu, 13 Juli 2005, halaman 35, yang menyatakan “ Tidak ada payung Hukum bagi masyarakat adat Pemilik lokasi seluas 120 km2 itu dikuasai oleh Pengusaha dari Nabire dan Timika”

Seiring dengan pertambahan penduduk secara membludak ataupun penduduk musiman bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi global, sumber daya alam mengalami tekanan yang sangat besar akibat semakin tingginya tingkat keserakahan kebutuhan dan kepentingan manusia. Kebutuhan manusia terutama ekonomi masyarakat seharusnya menjadi perhatian pemerintah sehingga diambillah kebijakan investasi dengan mempromosikan Sumber Daya Alam (SDA) untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut seperti pendulangan emas secara liar (illegal mining).

Propinsi Papua terutama Distrik Uwapa, Distrik Siriwo dan selanjutnya adalah Distrik Mapia Kabupaten Nabire menjadi salah satu daerah sasaran investasi para gurandil yang rakus atau serakah akan kebutuhan manusia karena kandungan SDA terutama Emas (Au) yang cukup potensial. Namun jika dari sekarang tidak direncanakan dan dirundingkan dengan baik-baik serta melibatkan semua pihak yang berkepentingan terutama masyarakat adat pemilik Hak Ulayat (pemilik dusun) maka sangatlah riskan apabila dikatakan upaya pembangunan untuk kepetingan semua pihak dengan rakyat sejahtera.

Dengan dikeluarkannya Perpu No. 1 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, apakah sudah ditetapkan atau belum masih kami tidak tahu karena kami orang daerah dan masih tanda Tanya (?) Telah banyak kawasan yang rusak akibat eksploitasi SDA yang dilakukan oleh pemburu harta karun (gurandil) disamping degradasi alam. Tekanan semacam ini semakin kuat sampai mengancam kawasan konservasi. Dengan adanya Perpu ini semakin terbuka peluang untuk pengrusakan lingkungan, ekosistim, fauna, flora sementara pemulihan sumber daya alam (lingkungan hidup) membutuhkan waktu yang sangat panjang.

Yang menjadi perhatian serius dan pekerjaan rumah (PR) bagi pihak pemerintah agar pengalaman yang lalu di Topo (Distrik Uwapa) Kabupaten Nabire tahun 1997 tidak terulang di Wegema, Deneidago Distrik Siriwo, bahwa sebelum melakukan negosiasi dengan pihak ke tiga (investor) atau Rakus akan harta karun, semua hal yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam perlu ditata dengan baik. Selama pengalaman berjalan sumber daya alam menjadi andalan bagi peningkatan ekonomi rakyat, tetapi dalam pengelolaannya tidak jarang meninggalkan dampak negativ karena rusaknya lingkungan dan rakyatlah yang menanggung beban tersebut.

Sehingga penetapan kawasan penting ditetapkan sebagai kawasan untuk dimanfaatkan (eksploitasi) dan kawasan mana untuk konservasi.
Dalam penetapan fungsi kawasan masyarakat adat perlu dilibatkan secara proporsional, sebab secara turun temurun kehidupan masyarakat sangat tergantung pada sumber daya alam pada wilayah adatnya, sehingga mereka tahu apa yang menjadi rencana pemerintah untuk masa depannya. Contoh kasus PT Freeport Indonesia, penghasil tambang emas nomor 2 (dua) di dunia, Penetapan Taman Nasional Lorentz, yang merupakan Komunitas Tanah Adat Welesi Jayawijaya yang merasa kehilangan akses atas wilayah adat, sehingga menjadi pertanyaan besar di kepala mereka. Contoh kasus diatas ini sepele tapi bila dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak buruk bagi semua pihak.

Pada awal bulan Februari 2005 yang lalu pada saat rapat koordinasi, Aturan main yang dikemukakan oleh Bapak Ketua DPRD Kabupaten Nabire pada pertemuan (Rapat Kerja) antara Pengusaha Emas, dengan masyarakat dihadapan pemerintah Kabupaten Nabire dan anggota dewan pada hari Jumat, tanggal 04 Februari 2005. Aturan main yang dimaksud adalah bahwa ada Perda yang mengatur tentang petrtambangan secara liar ini yakni Perda No. 13 Tahun 2003, tentang “Pembinaan, Pengaturan, Pengendalian dan Pengawasan Usaha Pertambangan Emas di Kabupaten Nabire” harus menjadi acuan termasuk kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha atau bisnis, sementara perlindungan dan penyelamatan lingkungan menjadi tanggungjawab semua pihak baik pihak pemerintah, investor (pelaku usaha / bisnis) maupun masyarakat luas sebagai penerima manfaat. Untuk itu selain Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi target, kompensasi yang diterima oleh masyarakat pemilik hak ulayat dan penyelamatan lingkungan menjadi porsi yang paling penting untuk diperhatikan dan direalisasikan.

Namun di Perda No. 14 Tahun 2003 ini kami dari Badan Pengurus Yayasan BMA SIMAPI pernah mengajukan Surat dengan No. 05/BMA-SIMAPI/SP/III/2005 perihal tentang “mohon diamandemen ulang Perda No. 14 Th. 2003, tertanggal 08 Maret 2005 dengan alasan bahwa setelah kami membaca, mengkaji, menganalisa dan mengembangkan dari pasal demi pasal dari Perda tersebut banyak terdapat pasal-pasal yang sangat merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan pemerintah, namun tidak pernah direspon balik. Pasal-pasal yang dimaksudkan adalah Bab V, Pasal 21 huruf (b), (d), (e), (f), Pasal 24 huruf (a), (b), (c), (d) dan lain sebagainya, serta Perda tersebut tidak pernah dilaksanakan hanya sebagai simbol. Yang lebih parahnya lagi ada Anggota Dewan yang sama sekali tidak mengerti dan tidak paham sama sekali tugas yang sebenarnya dan merampas tugas dan wewenang dari beberapa komisi yang ada. Ada Komisi Pembangunan yang merampas hak dan kewajiban dan tugas dari komisi yang sebenarnya menangani masalah pertambangan. Pasal-pasal yang dimaksudkan diatas akan dilampirkan dalam berita kilas balik.
Ada beberapa pasal yang hanya sebagai simbol sementara isi daripada perda tersebut tidak dilengkapi dengan inventaris di kantor yang merupakan inventaris yang sangat vital yaitu Peta. Peta yang dimaksud adalah Peta Rupabumi, Peta Kontur, Peta Geologi, Peta Geologi, Mitivigasi Bencana Alam dan sejenisnya. Dilain pihak pada Perda tersebut harus dilengkapi pada saat pengurussan Surat Izin Pertambangan Emas (SIPE). Kadang orang yang kerja di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi di Kabupaten Nabire – Papua sama sekali tidak mengerti apa yang seharusnya dikerjakan, kerja yang paling serius mereka lakukan adalah hanya pengurusan SIPE itu saja titik. Sementara untuk mengejar proyek dalam arti bahwa untuk melakukan penelitian, pengkajian, analisa dan sebagainya adalah tidak tahu-menahu. Jika tidak kerja paling main domino alias gaple. Barangkali kerjaan itu saja mereka tahu. Untuk diketahui bahwa selain pertambangan Emas di Tembagapura Kabupaten Mimika, di Kabupaten Nabire tidak kalah jauh jika kita berbicara tentang kandungan emas hanya saja dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire sajalah yang tidak menangani secara serius. Karena awal muncul emas pertama kali di Topo Distrik Uwapa Kabupaten Nabire 1997 hingga sekarang masih dilakukan dengan pertambangan rakyat. Apa sajanya jika Pemerintah Kabupaten Nabire mengambil kebijakan untuk mendatangkan investor lokal atau membuka peluang kepada investor yang mempunyai modal agar kelestarian lingkungan terpelihara dengan baik.

“Jika kita tidak waspada maka kita menjadi bangsa kuli diantara bangsa-bangsa lain”, demikianlah satu kutipan pidato oleh Presiden RI I Ir. Soekarno. Untuk itu cukuplah masalah pendulangan emas (pertambangan rakyat) di Gamei, di Sekitar Topo Wliayah Distrik Uwapa 1997, yang terjadi pembunuhan, pertikaian menjadi luka lama yang tak bisa kita lupakan, kami tidak bisa memperkirakan berapa nyawa yang melayang. Kejadian ini jangan sampai terjadi di Wegema, Deneidago Distrik Siriwo. Pertikaian yang terjadi pertama di Wegema dan Deneidago adalah terjadi perampasan emas oleh orang Dani terhadap orang asli sehingga satu nyawa jadi korban.

Di Topo menjadi gundul dan tidak nampak seperti salah distrik dari Kabupaten Nabire, kini di Distrik Siriwo yang merupakan daerah yang sangat keramat bagi orang di Wilayah Distrik Siriwo, Mapia, Sukikai, Kamuu, Ikrar, Napan, Distrik Paniai Barat (Obano) dan sekitar, Distrik Bogobaida dan sekitarnya di Kabupaten Paniai. Namun dari kedua pimpinan Pemerintah antara Pemerintah Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai tidak mengambil alih untuk menata dengan dalam arti untuk mendatangkan investor maka selamatlah riwayatmu, Daerah Keramat yang telah lama dijaga tinggal kenangan dan menjadi korban kedua setelah setelah Distrik Uwapa (Topo). Setelah Distrik Siriwo para gurandil ini akan kemana ? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya dan paling tidak prediksi kami akan ke Distrik Mapia.

Masalah pertambangan emas secara liar yang sedang dilakukan ini kami mengikuti secara serius mulai awal tahun 2005 ini, maka yang timbul dibenak kami adalah bahwa Perda No. 14 Th. 2003, dibuat dan disahkan tahun 2003 sementara pertambangan emas secara liar ini dilakukan akhir tahun 2004, mengapa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire membiarkan mereka ini untuk merusak lingkungan hidup ? Di Dinas Pertambangan dan Energi – pun tidak menyiapkan inventaris kantor seperti yang dikemukan diatas ? Selama dua (2) tahun ini pegawai pemda ini kerja apa ? Sementara jika dicermati perda tersebut masih banyak pasal-pasal yang sangat merugikan masyarakat, nyata sekali bahwa ketidakberpihakan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire kepada masyarakat. Beberapa kali masyarakat pemilik dusun mendatangi ke Pemda Kabupaten Nabire (Dinas Pertambangan dan Energi) dan Kantor DPRD Kabupaten Nabire untuk menuntut haknya mereka untuk menggati rugi dengan adanya pertambangan rakyat (akan dilampirkan), namun selalu disuruh tunggu sedang diproses, tunggu dan tunggu berarti kapan ? Kejadian ini sama persis seperi Harian Nasional Kompas, Kamis, 11 April 2002 yaitu “SUSAHNYA RAKYAT KECIL MENCARI KEADILAN”, beberapa kutipan yang masih diingat dibenak saya yaitu “Bagi rakyat kecil, bukan hanya urusan mencari nafkah yang sulit, namun saat berhadapan dengan lembaga peradilan guna menuntut haknya merekapun tak berdaya. Keadailan masih merupakan barang mewah bagi masyarakat yang mulai menyadari haknya sebagai warga negara. Saya kesini Cuma menuntut hidup yang layak. Tak perlu enak, yang perlu dan penting layak untuk hidup ………………., dst”.

Saya lupa tanggal, Awal bulan Mei 2005, rencana dari para pengusaha emas membayar kerugian berdasarkan Perda No. 14 Th. 2003 dengan harga sebesar Rp. 5.000.000,00 / bulan X 4 bulan pendulangan emas yang dilakukan oleh para pengusaha kepada pemilik dusun, namun jika kita cermati dan analisa dari Perda tersebut sebenarnya bahwa para pengusaha emas sebenarnya membayar kepada Pemerintah Daerah atas pelanggaran yang dilakukan terhadap Perda No. 14 Th. 2003 yaitu pada Bab VIII tentang Ketentuan Pidana Pasal-pasalnya sebagai berikut :
1. Pelanggaran terhadap Pasal 5,6,20 dan Pasal 29 Peraturan Daerah ini diancam Pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda berupa uang sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,0 (lima juta rupiah),
2. Tindak pidana tersebut ayat 1 ini adalah pelanggaran,
3. Selain tidak pidana sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini, tindak pidana yang mengakibatkan pengrusakan lingkungan diancam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara masyarakat pemilik dusun meminta bukan yang dimaksud diatas tapi masyarakat menuntut pembayaran hak ulayat, pengrusakan lingkungan, kerugian Sumber Daya Alam yaitu kandungan emas yang dibawa keluar dari wilayah Distrik Siriwo tak terhitung nilainya, pembayaran parkir / lending helyped untuk helikopter, pembuatan warung / kios di sekitar pendulangan emas di Distrik Siriwo. Tuntutan Masyarakat Pemilik Dusun kepada Pemerintah dan para pengusaha emas sebesar RP. 8.864.000,00 Delapan Milyar delapan ratus enampuluh empat juta rupiah) perinciannya akan dilampirkan. Sedangkan dari pengusaha emas dan Pemerintah daerah Kabupaten Nabire mau membayar sebesar Rp. 75.000.000,00 (tujuh lima juta rupiah). Masyarakat pemilik dusun menyatakan bahwa harganya tidak sebanding dengan nilai dan jumlah emas yang dibawa keluar, perbaikan kelestarian lingkungan hidup yang memakan waktu yang lama.

Masalah yang muncul di permukaan dengan adanya pendulangan emas adalah banyak yang lupa diri akan tugas utama terutama bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Staf Pengajar (Guru), Staf Kecamatan, Staf Puskesmas, barangkali gajinya yang kecil atau hanya karena kebutuhan ? Apa yang terjadi masyarakat dan anak murid terutama yang duduk di bangku SD dan SLTP menjadi korban, tidak mendapatkan pelajaran (pengetahuan), kasihan masa depan jadi suram karena mereka rata-rata anak yang tidak berdosa baik kepada pemerintah maupun kepada gurunya karena mereka tidak tahu apa yang mereka harus perbuat.

Banyak generasi muda yang berpindah profesi, awalnya dikampung anak-anak baik, patut, rajin, setelah termakan oleh waktu dan jaman lama-kelamaan menjadi hancur, tukang mabuk (anak lingkaran setan), pencuri, acuh tak acuh, masa bodoh dengan perubahan. Keadaan dan situasi begini daerah menjadi hancur, tingkat kerawanan dan tingkat kriminalitas akan meningkat, dan ini merupakan kelemahan, kekurangan dan kebodohan Pemerintah Daerah masa lalu, oleh sebab itu instansi terkait segera mengambil alih untuk mengkoordinasikan dengan semua elemen masyarakat dan pemerintah baik eksekutif dan legislativ.

Masalah seperti ini bisa memperkirakan bahwa ada orang lain (oknum sedang main di balik meja baik itu Anggota ABRI (Kopasus), POLRI maupun Pemerintah Daerah guna menghancurkan generasi muda orang Papua terutama di Kabupaten Nabire karena sangat prospek dengan adanya pendulangan emas.

Dari hasil pengamatan selama ini terjadi pembodohan politik, pembodohan sistem, karena tidak ada pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Yang selama ini terjadi adalah dikantor cuma kursi dan meja, diatas meja terdapat kertas atau buku dan bolpen, seakan-akan masyarakat butuh benda-benda mati tersebut. Sementara paraf kehadiran telah ditanda tangani. Hal semacam ini Kabupaten Nabire ini sebuah Perusahaan go international, sudah gulung tikar dari dulu karena tidak ada pegawasan dari Bawasda.

Rapat hari Jumat tanggal 04 Februari 2005 semua orang baru buka mata dan telinga besar-besar atas kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan oleh para pengusaha dan backingnya termasuk Pemerintah Kabupaten Nabire yang tidak menangani masalah pertambangan emas ini, dan Rapat Koordinasi yang dilakukan oleh Anggota Dewan Kabupaten Nabire merupakan suatu terobosan baru untuk membela masyarakat. Karena pada hari itu terjadi demostrasi di Kantor DPRD Kabupaten Nabire berkaitan dengan pendulangan emas secara liar (illegal mining).

Berdasarkan subjudul yang diuraikan diatas bahwa secara organisator ada Lembaga Adat yang telah dirintis oleh Intelek asal Siriwo – Mapia – Piyaiye atau disingkat SIMAPI, salah satu Ketua Dewan Pendiri adalah Mantan DPR RI dan juga Almarhum yaitu Alm. Bapak Drs. Lukas Karl Degey. SIMAPI yang dimaksudkan diatas merupakan salah satu kecamatan induk sebelum terjadi pemekaran yaitu Kecamatan Mapia. Namun dengan semangat Otonomi Daerah maka terjadi pemekaran dari kecamatan induk yaitu Kecamatan Mapia menjadi tiga (3) kecamatan yaitu Kecmatan Siriwo, Kecamatan Mapia (yang merupakan kecamatan induk) dan Kecamatan Sukikai (Piyaiye). Intelek-intelek dari ketiga daerah ini membentuk lembaga adat yang diberi nama Yayasan Badan Musyawah Adat Siriwo - Mapia – Piyaiye yang disingkat Yayasan BMA SIMAPI, dibentuk pada tanggal 30 September 1990 di Ibukota Kecamatan Mapia di Bomomani. Dan diakte notariskan No. 33 tanggal 9 Februari 1993, dengan SK Menteri Kehakiman RI Tanggal 26 Oktober 1991 Nomor : C.100-HT.03.01 Th. 1991., dengan resmi disebut Yayasan BMA SIMAPI yang didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya dan telah dimulai pada tanggal 9 Februari 1993 (pasal 2, Akte Notaris). Salinan yang dilaporkan kepada Bupati akan dilampirkan, bersamaan dengan surat dukungan resmi berupa Surat Rekomendasi dari Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya di Jayapura (pada saat itu) dan Departemen Pertambangan dan Energi RI Kantor Wilayah Propinsi Irian Jaya di Jayapura (pada saat itu) Sekarang Dinas Pertambangan dan Energi Daerah Tingkat I Papua di Jayapura.

Dan Kepala Daerah sebelum kepemimpinan Drs. A.P.Youw yaitu Bapak Yusuf Adipatah sangat memberikan respon dan memberikan dorongan dan dukungan yang sangat besar namun dengan kepemimpinan Drs. A.P. Youw ini jauh berbeda karena tidak ada lembaga yang dijadikan mitra kerja (partnership) sehingga sangat kelihatan sekali adanya KKN-nya artinya mengambil keputusan secara sepihak untuk kepentingan golongannya.

Untuk itu, untuk menanggapi Berita yang dimuat Koran Nasional Kompas tanggal 13 Juli 2005 pada halaman 35 bahwa Yayasan BMA SIMAPI telah lama berdiri dan sudah mempunyai payung hukum untuk mengurusi Hak Ulayat dari Hukum Adat Wilayah Distrik Siriwo, Mapia dan Distrik Sukikai Kabupaten Nabire namun Pemerintah Daerah yang tidak memberikan porsi yang besar hingga sama sekali tidak ada, sehingga wajar jika dari wartawan Kompas menyatakan “Tidak ada payung hukum bagi masyarakat adat pemilik lokasi Pertambangan Emas secara ilegal ini. Surat-surat dukungan maupun Surat Rekomendasi dari beberapa instansi dari Daerah Tingkat I Papua, yang diberikan kepada Yayasan BMA SIMAPI untuk mengurusi Hak Ulayat akan dilampirkan dalamnya.

Info Kilas balik tentang Pertambangan Emas di Distrik Siriwo Kabupaten Nabire, diambil dari berbagai sumber.



Penulis
Jackobus Dogomo, Ir
Pjs. Sekretaris Yayasan BMA SIMAPI


Comments

  • Syallom in Christ!
    kami sangat antusias dengan yayasan BMA SIMAPI, karena yayasan ini bisa memfasilitasi masyarakat pemilik hak ulayat, yang kini menjadi penonton di atas tanah sendiri.
    kami juga salah satu staf dinas pertambangan dan energi kabupaten nabire, yang kini berkedudukan di jl. merdeka nabire, setda kab. nabire.
    berita kilas balik info seputar pertambangan emas secara ilegal yang kalian update tgl 22 juli 2005 juga bagi kami sangat sangat baik apik dan akurat.
    bagi kami "itu baru mantap".
    namun ada beberapa hal yang kami ralat tentang penulisan berita tersebut seperti "orang di dinas pertambangan & energi kab. nabire - papua tidak mengerti apa yang harus dikerjakan, kerja yang paling serius mereka adalah kepengurusan SIPE".
    ke-1 : tanggapan kami adalah kalian salah besar, kami rasa kalian tidak pernah bertanya kepada kami karyawan Dintamben Nabire,ibarat buku kalian cuma lihat dari cover depannya saja, belum membaca isinya.
    kontribusi kami tahun 2001 s/d 2004 pertahunnya untuk PAD kabupaten Nabire 100 juta rupiah (dari Pajak dan Iuran Produksi Bahan Galian Gol. C - perda no.7 tahun 1997), tahun 2005 ini baru dinaikan 300 juta rupiah (setelah perda no. 14 tahun 2003 kami jalankan), kalo kalian bilang kami hanya main gaple itu adalah hal wajar dalam mengisi waktu itupun setelah jam 12 siang.
    ke-2 : pada tahun 2003 kami sosialisai isi perda no. 14 tahun 2003 di topo, tahun itupun masyarakat yang mengatas namakan masyarakat peduli topo menolak perda tersebut di topo (distrik Uwapa), kamipun menarik diri untuk tidak menerapkannya - topo pun hancur untuk pertambangan rakyat.
    ke-3 : tahun 2004 PT. APSON bergerak dibidang pertambangan emas kami rangkul untuk menanamkan investasi di topo km 72 hingga km 80 (hasil survey PT. APSON) namun masyarakat menuntut 100 milyar, akhirnya PT APSON angkat kakidari Nabire.
    ke-4 : tuntutan masyarakat siriwo setelah musyawarah bersama-sama (Pemerintah, Pengusaha Emas, Masyarakat) bulan mei, telah direalisasikan sebesar 75 juta rupiah, Pemerintah memberikan 25 juta rupiah pengusaha 50 juta rupiah. dan awal april masyarakat (kepala desa yang juga sekwilcam siriwo yang menerima).
    coba kalian konfirmasi dengan kami yang menjalankan Instruksi Bupati No. 3 Tahun 2005 tentang Illegal Mining, kami menguak pengiriman 10.8 kilogram emas yang diterbangkan ke Biak tanggal 23 juli 2005. namun kami dihalangi pihak kepolisian nabire. itu yang harus anda telusuri (siapa siapa dibalik semua itu).
    terima kasih!!!!
    TUHAN MEMBERKATI

The comments are closed.