Kamis, 04 Agustus 2005
*Modusnya Menyebarkan Isu Lewat Selebaran
SEMENTARA itu Els-HAM Papua menilai perkembangan situasi politik di Papua pada empat bulan terakhir ini semakin memanas. Bahkan, menjelang 15 Agustus sebagai tanggal yang diagendakan Dewan Adat Papua (DAP) untuk mengembalikan Otonomi Khusus (Otsus) ke pemerintah pusat di Jakarta, telah mengundang banyak isu yang meresahkan seluruh rakyat Papua.
Demikian disampaikan Ketua BPH Els-HAM Papua, Drs Allosysius Rewarin, SH kepada wartawan pada acara konferensi pers di Kantor Els-HAM Papua, Rabu (3/8) kemarin. Ia mengatakan, ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi di Papua segaja memperkeruh suasana dengan menyebarkan sejumlah selebaran di seluruh Tanah Papua.
Isinya selebaran itu menurut dia, mencoba memprovokasi rakyat Papua untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis yang mengarah kepada konflik SARA, seperti yang pernah terjadi di Ambon, Poso. Termasuk konflik politik seperti yang terjadi di Aceh antara TNI dan GAM. "Isu-isu tersebut, seperti tanggal 15 Agustus 2005 akan dilaksanakan referendum bagi bangsa Papua untuk menentukan apakah rakyat Papua tetap bergabung dengan NKRI atau berdiri sendiri. Bahkan isu yang dihembuskan adalah adanya pasukan PBB akan tiba di Papua tanggal 12 Agustus 2005," kata A Rewarin.
Selaian itu, lanjutnya, dikatakan bahwa Tom Beanal telah bertemu dengan Kongres Amerika Serikat untuk meminta referendum bagi bangsa Papua Barat pada bulan Agustus, juga muncul selebaran yang isinya memuat tentang kalender perjuangan Papua yang di dalamnya memuat tentang kemerdekaan Papua pada tanggal 15 Agustus 2005.
Dikatakan, dari hasil monitoring relawan Els-HAM di seluruh Tanah Papua juga melaporkan bahwa berbagai isu dan selebaran sudah sangat meresahkan seluruh rakyat yang hidup di tanah ini, baik itu orang pendatang (non Papua) maupun orang Papua asli sendiri.
Isu-isu ini, kata A Rewarin, kemudian menjadi alasan pembenaran bagi TNI/Polri, untuk menggelar ribuan pasukan dari Pantai Utara, Pengunungan Tengah, Pantai Selatan Papua hingga wilayah perbatasan NKRI dan PNG. "Hal ini diikuti dengan operasi-operasi penyamaran intelejen yang sudah merambah ke kampung-kampung di seluruh Tanah Papua, termasuk juga dengan latihan-latihan milisi di lokasi trasmigrasi di Manokwari," katanya.
Dikatakan, belum dipastikan berapa jumlah pasukan yang hadir di Papua. Tapi sumber Els-HAM di Timika melaporkan bahwa kehadiran militer di Timika diperkirakan sudah mencapai 5000 personel militer.
Terkait dengan situasi politik di Papua sejak tiga bulan terakhir dan menyikapi agenda 15 Agustus 2005, Elesham Papua menyeruhkan delapan poin seruan. Adapun delapan poin seruan yang dibacakan oleh Diaz Nwijangge antara lain; pertama, kepada semua rakyat Papua dan non Papua agar tetap menahan diri dan tidak terpancing berbagai isu provokatif yang segaja dibuat untuk memacing konflik horizontal maupun vertikal Papua.
Kedua, masyarakat diharapkan agar jangan mudah menelan berbagai isu-isu yang tidak resmi, selain yang disampaikan media resmi yang ada. Poin ketiga, kepada semua warga Papua dan non Papua diharapkan tetap menjaga Papua sebagai negeri yang damai. Keempat, kepada setiap komponen yang terlibat dalam Dewan Adat Papua (DAP) agar memberikan informasi yang bernar kepada masyarakat adat Papua.
Kelima, kepada TNI dan Polri yang bertugas di Papua diharapkan mengedepankan pendekatan persuatif dan kemanusian dalam melaksanakan tugasnya di Papua. Keenam, pemerintah Jakarta segera menarik semua pasukan non organik dari wilayah Papua. Ketujuh, segera lapor ke polisi bila ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang mencoba memprovokasi warga untuk membuat kerusuhan.
Dan poin kedelapan, Gubernur Provinsi Papua DR JP Solossa, M.Si dimohon memberikan pernyataan yang tidak provokatif, sebaiknya sebagai kepala daerah harus memberikan pernyataan yang menetralisir yang sedang memanas.(ito)
Sumber - http://www.cenderawasihpos.com/Utama/h.2.html