Ok

By continuing your visit to this site, you accept the use of cookies. These ensure the smooth running of our services. Learn more.

Masalah Papua

Polda dan DAP Sepakat
Kamis, 11 Agustus 2005

Jaga Ketertiban dan Perdamaian 12 Agustus Besok

JAYAPURA-Dimajukannya rencana aksi pengembalian Otonom Khusus (Otsus) ke pemerintah pusat oleh Dewan Adat Papua (DAP) dari tanggal 15 Agustus menjadi 12 Agustus besok, kontan saja membuat pihak penanggungjawab Kamtibmas, dalam hal ini Polda Papua cukup kerepotan. Alhasil, Rabu (10/8) kemarin, Polda memanggil para pentolan DAP. Hasilnya, disepakati untuk tetap bersama-sama menjaga Ketertiban dan perdamaian.

Kesepakatan itu dicapai setelah melalui pertemuan tertutup antara DAP dengan jajaran Polda Papua dipimpin langsung Kapolda Papua Irjen Pol Drs, D, Sumantyawan HS, SH di Aula Rupatama Polda Papua. Meski pertemuan itu dilakukan dalam suasana keakraban, namun ketegangan masih nampak terpancar dari wajah kedua pihak.

Pasalnya, kendati sepakat untuk kondusifnta siatuasi di Papua, namun DAP tetap bersikeras melaksanakan hajatannya pada 12 Agustus besok. Di sisi lain, mereka masih terbentur perizinan lantaran Polda Papua belum menerbitkan STTP (Surat Tanda terima Pemberitahuan) dikarenakan belum terpenuhinya persyaratan mengenai kemerdekaan penyampaian pendapat di depan umum sesuai peraturan yang berlaku.

" Pertemuan ini untuk menyambung hubungan baik yang sudah terjalin selama ini antara aparat kepolisian dengan Dewan Adat Papua. Memang mereka akan melaksanakan kegiatan 15 Agustus, namun karena beberepa pertimbangan sehingga dimajukan tanggal 12 Agustus. Dan kita sudah ada kesepakatan agar tetap dilaksanakan dalam koridor hukum dan kami aparat tetap menegakkan hukum dan UU tapi juga menghormati adat yang ada di Papua ini," ungkap Kapolda.

Kesimpulannya, lanjut Kapolda, DAP dipersilahkan melaksanakan kegiatannya itu, namun dengan catatan dilakukan dengan cara yang tidak mengundang kerawanan kamtibmas, apalagi keresahan dan bernuansa anarkhi di seluruh wilayah hukum Polda Papua.

Mengenai kegiatan 12 Agustus, sebagaimana disampaikan DAP, kata kapolda hanya untuk menyampaikan aspirasi mengenai evaluasi pelaksanaan Otsus dan itu akan disampaikan kepada DPRP. Soal Jumlah massa yang akan terlibat dalam kegiatan itu, Kapolda mengaku pihak DAP masih akan merundingkannya.

" Tapi mereka berjanji akan memperhatikan agar jumlah ini tidak sulit dikendalikan. Kalau toh bentuknya jalan kaki, jumlahnya tidak banyak seperti long march, dan kalau mau gunakan kendaraan harus tertib. Dan itu masih akan dibahas oleh mereka. Yang pasti pada prinsipnya ada kesepakatan diantara kami agar penyampaian aspirasi ini disampaikan secara tertib," tambah Kapolda.

Soal belum diterbitkannya STTP oleh pihak Polda, Sumantyawan mengatakan hal it lebih pada masalah teknis persyaratan yang harus dipenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan. Apalagi dengan perubahan jadwal kegiatan, mestinya ada surat pemberitahuan kembali.

" Prinsip kita silahkan sampaikan aspirasi tetapi dengan cara sesuai ketentuan UU dan kalau ada yang berkaitan dengan adat, akan kami perhatikan jangan sampai terjadi benturan antara kepentingan adat dengan hukum karena tugas kami menegakkan hukum tapi kami juga menghormati adat. Sepanjang itu tidak bertentangan tentu akan kita akomodir," tandasnya.

Terkait dengan kegiatan itu, pihak Polda Papua nampaknya mulai memperiapkan segala hal yang berkaitan dengan upaya pengamanan. Bahkan dari sumber Cenderawasih Pos di Polda papua menyebutkan, rencananya hari ini Kamis (10/8) Polda papua akan menggelar apel siaga bertempat di Lapangan PTC Entrop. Kegiatan itu akan digelar sekitar pukul 09.00 WIT dengan inspektur upacara langsung oleh Kapolda Papua.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum DAP, Leonard Imbiri usai bertemu Kapolda kepada wartawan menyampaikan bahwa pihaknya tetap akan melaksanakan kegiatannya 12 Agustus besok. Ia juga kembali menyerukan kepada masyarakat adat Papua yang akan terlibat dalam kegiatan nanti agar tidak terprovokasi dan terlibat kegiatan anarkhis yang dapat menghancurkan upaya damai yang telah dibangun bersama.

" Kami berharap aksi ini bisa dilaksanakan semua pihak yang ikut dengan cara-cara damai, demokratis dan bermartabat serta tidak mengganggu hak-hak orang lain di atas Tanah Ini. kami juga bersama-sama pihak kepolisian berkomitmen menjaga agar aksi ini bisa berjalan baik dan aspirasi rakyat bisa disampaikan sesuai harapan," tuturnya.

Leonard juga mengingatkan agar masyarakat dalam kegiatan nanti tidak membawa alat-alat tajam serta simbol-simbol yang melanggar hukum " Kami himbau agar tidak mengibarkan bendera bintang kejora atau simbol politik lain yang dapat mengacaukan komitmen damai yang telah kita bangun," ucapnya.

Disinggung soal pertemuan para tokoh adat di Papua dengan presiden di Jakarta, Leonard menegaskan bahwa sesuai rapat pleno khusus DAP, pihaknya telah sampaikan bahwa tidak ada delegasi DAP yang hadir dalam pertemuan itu. Alasannya, mereka ingin pikiran-pikiran yang disampaikan ke presiden adalah pikiran yang murni dibangun dari masyarakat.

" Kami mau apa yang disampaikan itu dibangun dari resapan apa yang berkembang di tengah masyarakat dan kami menghindari adanya penyampaian-penyampaian informasi yang tidak riil," ujarnya.(sh)


Solidaritas Mahasiswa Tegaskan Sikap Netral

Kamis, 11 Agustus 2005

SEMENTARA itu, Rencana Dewan Adat Papua (DAP) untuk mengembalikan Otsus kepada pihak pemerintah lantaran dicap gagal pada 12 Agustus besok, nampaknya telah menimbulkan pro dan kontra. Menyikapi hal itu, kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua (SMPRP)menyatakan sikap netralitasnya. Mereka melihat, perlu ada dialog antara DAP dan pemerintah untuk mencari solusi terbaik.

Para mahasiswa itu menegaskan bahwa sikap netralitas mereka sebagai wujud keprihatinan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh rakyat khususnya di Papua. Mereka berharap agar kegiatan DAP tersebut tidak sampai membuat keresahan di tengah masyarakat, namun sebaliknya juga minta agar pemerintah dalam hal ini Pemprov Papua agar membuka diri untuk berdialog.

Hal itu seperti diungkapkan para pengurus Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua kepada wartawan dalam jumpa pers yang digelar di RM Cari Bundo, Rabu (10/8) siang kemarin. Mahasiswa juga minta agar masyarakat tetap tetang dan tak terprovokasi isu-isu yang tak bertanggungjawab.

" Kami harapkan agar semua kegiatan pada 12 Gustus nanti bisa berjalan secara damai. Kami dari solidaritas mahasiswa menyatakan netral dan tak memihak baik DAP maupun pemerintah. Yang jelas aspirasi rakyat itu hal yang wajar namun tentu harus disalurkan sesuai aturan hukum yang berlaku dan pemerintah harus lebih responsif membuka diri, bukan saatnya lagi mengesampingkan suara rakyat," tutur Lakhar Sekjen SMPRP Yan P. Mandenas, kemarin.

Ia berpendapat, dengan dialog merupakan jalan keluar yang lebih kondusif bagi penyelesaian berbagai penyelesaian masalah di Papua. Selama ini menurutnya, walaupun melalui UU No.21 Tahun 2001 telah memberikan kewenangan berupa otonomi khusus bagi provinsi Papua namun hasilnya dirasa belum maksimal.

Juga belum memberikan perubahan signifikan di kalangan masyarakat Papua terutama di berbagai aspek sosial, politik, ekonomi dan keamanan yang diangkat sebagai persoalan mendasar masyarakat Papua. Hal itulah kemudian menimbulkan ketidakpuasan masyarakat dalam menikmati pembangunan di era Otsus.

" Tak heran bila saat ini timbul evoria masyarakat di Papua termasuk rencana kegiatan 12 Agustus dan isu lain yang meresahkan masyarakat. Untuk itu kami mahasiswa tak mau semua itu berakhir dengan terjadinya kekacauan apalagi kekerasan. Kami harapkan semua yang tercakup dalam komponan bansa ini khususnya di Papua bisa lebih berpikir jernih dan bijaksana dalam melihat setiap persoalan," terangnya panjang lebar.

Menyikapi kondisi itu, pihaknya kemarin juga mengeluarkan 6 pernyataan sikap. Pertama, mengharapkan kepada seluruh komponen masyarakat agar tetap menjaga kebersamaan antara suku agama serta multi etnis yang ada di Papua. Kedua, menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan berbagai isu-isu yang hanya ingin mengorbankan takyat Papua, tanpa memberikan hasil yang baik bagi pembangunan dan kehidupan masyarakat Papua di masa yang akan datang.

Ketiga, menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat yang akan menyampaikan aspirasi agar dapat disampaikan dan diperjuangkan secara damai serta mengikuti aturan yang berlaku di dalam NKRI. Keempat, menghimbau kepada pemerintah agar dapat melaksanakan amanat UU No.21 tahun 2001 tentang Otsus secara sungguh-sungguh dan konsekuen sehingga pada akhirnya dapat membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Papua.

" Kelima, kami mohon kepada pemerintah daerah agar dapat membuka diri dan dapat berdialog secara langsung dengan sekomponen rakyat Papua untuk menyelesaikan persoalan yang sedang berkembang di kalangan masyarakat Papua sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah secara mendasar dan menyeluruh dan keenam," ujarnya.

Dan terakhir, ia menyakan bahwa untuk menciptakan suasana yang damai maka Solidaritas Mahasiswa mengajak seluruh komponen masyarakat untuk mengikuti himbauan para tokoh lintas agama dengan tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang menjurus pada timbulnya konflik antara masyarakat di tanah Papua.

Dalam kesempatan itu salah satu pengurus Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Iniyap Papua Syors Kaiba juga sependapat jika Otsus gagal, namun bukan berarti gagal total, sehingga harus dilihat secara obyektif. Ia juga setuju jika tuntutan kesejahteraan rakyat Papua itu harus benar-benar diwujudkan dalam bentuk pembangunan.

Namun ia menyampaikan kritikan dimana dana otsus saat ini lebih banyak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah yang sifatnya mubazir ketimbang untuk kesejahteraan rakyat secara langsung. Ia minta agar pemda harus terbuka dalam penggunaan dana Otsus. " Kita jangan hanya melihat sebuah kesalahan itu lebih besar dari hasil yang sudah dicapai. Perlu cara pandang yang proporsional. Masalahnya kalau otsus dikembalikan, lalu apa lagi yang bisa dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di Papua, itu juga harus dipikirkan," ucapnya.

Dalam pernyataan sikap Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat Papua itu juga ditandatangani beberapa komponen mahasiswa dari Asosiasi Mahasiswa Papua yakni Frengklin Wahei, MPM Uncen Yan P. Mandenas, Ketua MPT STIH Umel mandiri Yulianus Heluka, SMPT Uniyap Syors Kaiba dan Stikom Jayapura Warius Warpo.

Sementara itu, pihak Senat Mahasiswa Se- Jayapura, Rabu (10/8) kemarin juga menyampaikan himbauan dan pernyatakan sikap yang sama. Dari press release yang diterima Cenderawasih Pos, mereka menyerukan 5 poin himbauan yang ditujukan baik kepada pemerintah pusat, DAP, masyarakat Papua dan para mahasiswa.

Kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mereka minta agar bersikap bijak dan aspiratif menerima aspirasi masyarakat Papua yang disampaikan melalui DAP. Sekaligus menyerukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan dan menarik kembali pengiriman pasukan TNI dan Polri dalam jumlah besar ke Papua.

Di samping itu kepada masyarakat adat dan DAP dihimbau agar dalam penyampaian aspirasi secara damai dan bermartabat serta menghindari berbagai upaya-upaya yang mengarah pada konflik horizontal dan vertikal. Dan kepada seluruh masyarakat Papua dan non Papua untuk tidak terprovokasi dengan isu-isu yang tidak bertanggungjawab di luar agenda DAP.

Khusus bagi para mahasiswa, dihimbau untuk memposisikan diri secara intelektual dalam mendorong proses demokrasi yang bermartabat.

Tentang pernyataan sikap mereka, ada 4 poin penting, diantaranya pertama Senat Mahasiswa se-Jayapura menyatakan mendukung proses demokrasi yang dilakukan Masyarakat Adat Papua melalui DAP pada 12 Agustus 2005. Kedua, menolak dengan tegas segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang telah, sedang dan akan terjadi terhadap masyarakat sipil di atas tanah papua oleh siapapaun. Ketiga, dengan tegas meminta kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk membuka diri melakukan dialog dengan rakyat Papua untuk mencapai penyelesaian berbagai masalah di atas Tanahh Papua dan keempat, menegaskan kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa agar tidak membawa atribut dan peralatan yang dapat menimbulkan konflik pada 12 Agustus nanti. Pernyataan itu sendiri ditandatangani 8 Ketua Senat Mahasiswa se-Jayapura diantaranya Ketua SMPT Uncen Jan Pieter Bosawer, Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Uncen Decky Alex Ovide, Ketua BEM/BLN Poltekes Jayapura Yulianus Dwaa, Ketua SMPT STFT-Fajar Timur Rudolf Renyaan, Ketua SMPT STT I.S. Kijne Isak Ayemi, Ketua Sema STIH Umel Mandiri Amos F. Kareth, Sema Fakultas Ekonomi Uncen Max Etrison Mandacan dan Ketua Sema Fakultas Teknik Uncen Frumen Kelen.(sh/cr-144)

Pengembalian Otsus, Tak Selesaikan Masalah
*Presiden Janji Akan Bentuk Tim ke Papua

Kamis, 11 Agustus 2005

JAYAPURA- Keputusan Dewan Adat Papua (DAP) akan mengembalikan Otonomi Khusus (Otsus) ke Pusat, rupanya juga mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yuhoyono (SBY).

Menurut Presiden mengembalikan Otsus ke pusat dinilai tidak akan mengatasi persoalan. Presiden mengatakan kalau memang Otsus belum berjalan, dirinya minta masukan-masukan untuk membenahi dan memperbaiki kekurangaan yang masih ada. Demikian diungkapkan Gubernur Papua DR JP Solossa M.Si kepada Cenderawasih Pos semalam, mengutip ulang hasil pertemuannya dengan Presiden SBY.

Sebagaimana diketahui, untuk menyikapi berbagai persoalan-persoalan yang terjadi di Provinsi Papua, termasuk didalamnya rencana Dewan Adat Papua (DAP) yang akan mengembalikan Otonomi Khusus (Otsus) ke Pemerintah pusat pada 12 Agustus besok lewat aksi damai ke DPRP, Selasa (9/8) malam Gubernur Papua DR. JP Solossa, M.Si, pimpinan DPRP dan anggota DPRP dan sejumlah tokoh adat menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara, Jakarta.

Gubernur Solossa saat dihubungi Cenderawasih Pos membenarkan adanya pertemuan Presiden SBY dengan masyarakat adat di Istana Negara. Menurut Solossa, pertemuan yang penuh keakraban dan kebersamaan itu, membicarakan dan menyikapi persoalan-persoalan yang berkembang tentang pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua belum konsisten maupun tentang kesimpangsiuran informasi masalah pelaksanaan Otsus itu sendiri bagi masyarkat.

" Terkait dengan pelaksanaan Otsus bagi Provinsi Papua Presiden SBY pada pertemuan malam itu kembali menegaskan bahwa pemerintah pusat akan bersungguh-sungguh melaksanakan Undang-undang Otsus secara konsisten," kata Gubernur Solossa saat dihubungi Cenderawasih Pos, tadi malam.

Menurut Solossa, guna mengatasi persoalan-persoalan terkait dengan pelaksanaan Otsus, termasuk juga adanya kesimpangsiuran informasi terkait pelaksanaan Undang-undang tersebut, nantinya masalah-masalah itu akan segera dirumuskan presiden untuk selanjutnya dibahas dan dikaji lebih lanjut.

" Jadi untuk menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan yang terjadi di Provinsi Papua Presiden akan membentuk sebuah tim yang akan langsung dipimpinnya. Namun sebagai pelaksana harian, tim itu akan dipimpin Wakil Presiden dengan beranggotakan sejumlah menteri, diantaranya Menteri Dalam Negeri dan Menkopolhukam. Tugas dari tim ini adalah merumuskan berbagai upaya-upaya penanganan terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di Papua," paparnya.

Sedangkan pembentukan tim ditingkat pemerintah Provinsi lanjut Solossa, akan dipimpin langsung Gubernur dan Wakil Gubernur. Tim yang akan dibentuk di pemerintah pusat maupun di daerah, juga mempunyai tugas lain yakni membicarakan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut Otsus, MRP maupun soal pemekaran wilayah dan maupun membicarakan mengenai penanganan papua kedepan.

" Dalam pertemuan itu juga dibicarakan mengenai pengaturan-pengaturan Sumber Daya Alam (SDA), jika dilakukan pemekaran wilayah, termasuk juga mengenai penanganan masalah Irian Jaya Barat (IJB). Jadi persoalan-persoalan yang ada ini, nantinya dalam penanganannya akan dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan semua pihak," jelasnya.

Solossa mengatakan, dalam pertemuan itu juga, Presiden SBY minta dan mengajak kepada seluruh Rakyat Papua agar dalam menyikapi setiap persoalan maupun dinamika yang berkembang di masyarakat, harus disikapi dengan baik dan penuh martabat dan menghindari cara-cara kekerasan apapun bentuknya.

Sementara itu salah seorang tokoh Adat Papua, Sefnat Ohee yang ikut dalam pertemuan itu saat dihubungi Cenderawasih Pos mengungkapkan, kedatangannya ke Jakarta untuk menemui Presiden SBY dalam rangka untuk mengkounter pernyataan-pernyataan Gubernur yang dinilai sepihak dalam menilai Otsus.

" Jadi dalam pertemuan saya mengatakan bahwa implementasi Otsus selama tiga tahun ini tidak berhasil. Indikator yang saya katakan ini adalah sampai saat ini masyarakat adat masih hidup dalam penuh penderitaan yang berkepanjangan. Pada hal uang Otsus yang sudah turun di daerah ini mencapai triliunan rupiah, tapi sampai sekarang ini kehidupan masyarakat masih hidup dalam penderitaan," tandasnya.

Selaku masyarakat dari kalangan adat, Sefnat Ohee di depan Presiden minta agar pemerintah pusat harus menerima kajian kritis tentang evaluasi Otsus. Alasannya kata Sefnat, pemerintah selama ini selalu mendengungkan informasi kepada masyarakat Papua bahwa pelaksanaan Otsus di Papua telah ada hasilnya dan bisa dirasakan oleh rakyat.

" Supaya presiden tidak hanya menerima laporan evaluasi dari pemerintah Provinsi, maka Presiden harus juga menerima kajian-kajian kritis soal Otsus dari versi masyarakat adat. Sebab kita ingin pelaksanaan Otsus ini harus disampaikan secara transparan dan obyek, baik dari segi negatifnya maupun positipnya," jelasnya.

Terkait dengan pengunaan dana Otsus lanjut Sefnat, Presiden dalam pertemuan itu juga membicarakan rencana pembentukan tim audit. Namun sebelumnya, SBY terlebih dahulu meminta berbagai masukan -masukan dari sejumlah menteri untuk selanjutnya dirumuskan dan dibahas. Karena menurutnya, hal itu adalah sebagai upaya untuk menangani berbagai persoalan-persoalan yang ada di Papua terkait pelaksanaan Otsus di Provinsi Papua. (mud)

Sumber Cenderawasih Pos

The comments are closed.