Sabtu, 13 Agustus 2005
DPRP Janji Salurkan Aspirasi DAP ke Pusat
SEMENTARA itu, menyusul aksi damai ribuan masyarakat adat Papua dibawah Dewan Adat Papua (DAP), Jumat (12/8) kemarin ke DPRP dengan agenda penyampaian aspirasi dan tuntutannya, termasuk pengembalian Otsus ke Pemerintah pusat, langsung ditanggapi pihak DPRP. Bahkan Ketua DPRP Jhon Ibo berjanji akan menyalurkan aspirasi DAP tersebut melalui mekanisme dewan dan secara prosedural.
Bahkan Jhon Ibo mengatakan bahwa apa yang disuarakan rakyat Papua juga merupakan suara dewan. Karena dewan merupakan wakil representatif dari rakyat Papua. Perjuangan atas hak kesejahteraan rakyat Papua juga menjadi tugas dan kewajiban DPRP sehingga tuntutan DAP akan sangat diperhatikan untuk ditindaklanjuti. " Saya berkata atas nama Tuhan bahwa apa yang disampaikan DAP hari ini saya terima dan saya berjanji akan menyalurkannya melalui mekanisme dewan yang ada. Tentu untuk memperjuangkan ini tak mudah, untuk itu saya juga mengucapkan terima kasih kepada DAP yang memberikan waktu bagi kami untuk bersama-sama memperjuangkannya,"ucapnya di harapan ribuan massa yang menduduki kantor DPRP, kemarin.
Lebih jauh, ia mengatakan DPRP sebagai bagian dari DPR RI di Papua merupakan pengejawantahan rakyat. Oleh sebab itu sudah menjadi tugas dewan untuk menerima setiap aspirasi yang berasal dari rakyat walau hanya 1 orang sekalipun. Dengan begitu tak ada alasan bagi dewan menolak aspirasi rakyat.
" Saya menghargai kearifan DAP yang meminta dilakukan dialog, tentu kita akan berdialog untuk membicarakan semua permasalahan yang berkaitan dengan Otsus. Kita telah berjuang untuk Otsus dan hal ini sedang berjalan sebagai suatu proses. Kalau memang ada kesalahan pemerintah pusat, maka saya bertanggungjawab untuk mempertanyakannya ke pusat," ungkapnya yang diikuti aplaus massa.
Ia mengatakan bahwa saat ini Provinsi Papua tetap berada dalam wadah NKRI. Dan Otonomi khusus diberikan pemerintah pusat sebagai satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah di Papua guna menata dan membangun kehidupan dan kesejahteraan orang Papua. Ia mengaku bahwa Otsus memang belum maksimal dalam pelaksanaannya namun tentu tak bisa menutup mata atas berbagai hasil pembangunan yang telah dicapai berkait Otsus.
" Kalau memang DAP memvonis Otsus gagal, maka kita harus bicara dan berdialog dimana letak kegagalan itu, lalu kita perbaiki. Karena pelaksanaan otsus baru berjalan 3 tahun, dan masih berproses," ujarnya.
Menariknya saat menyinggung soal dana Otsus yang banyak dituding masyarakat telah diselewengkan oleh sejumlah pejabat, termasuk oknum anggota Dewan, Jhon Ibo terlihat sempat emosi. Dengan nada tinggi ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tak mengelola dana Otsus. Dana itu diberikan langsung melalui Mendagri ke Gubernur dan telah disalurkan ke setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Papua.
" Satu senpun tidak jatuh ke DPRP. Yang kami kelola seperti telah diketahui hanyalah dana APBD yang diatur lewat Perda. Oleh karena itu saya minta saudara saudara melakukan audit jika memang ada. Kami selama ini telah berjuang untuk mendapatkan apa yang rakyat inginkan melalui Otsus, tapi sekarang datang kepada kami lalu katakan Otsus gagal," ucapnya dengan suara lantang. Pernyataan itupun kontan saja sempat menyulut reaksi massa yang tak setuju.
" Jika toh dana APBD ada yang disalahgunakan oleh dewan, silakan laporkan dan adili kami ke pengadilan melalui hukum yang ada, supaya bisa menjawab semuanya siapa yang lakukan korupsi di sini, kalau perlu masyarakat bangkit bertindak untuk memproses hukum koruptor-koruptor agar kita tahu siapa yang menipu rakyat," tandasnya.
Untuk itu terkait berbagai praduga soal penyalahgunaan dana Otsus, ia menyerukan kepada aparat penegak hukum yang berwewenang dan memiliki urgensi dalam proses hukum untuk menerima aspirasi rakyat guna melakukan audit terhadap pemerintah agar dapat dibuktikan secara hukum.
Jhon Ibu juga menegaskan bahwa upaya DPRP untuk memperjuangkan suara rakyat juga telah dilakukan tanpa batas. Bahkan pada Selasa (9/8) lalu, DPRP kembali menemui Predisen Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi rakyat selama ini. Hal itu telah dirumuskan dalam suatu pernyataan sikap dan permohonan kepada presiden untuk menseriusi dan menjawab permasalahan yang terjadi di Papua.
Beberapa permintaan itu diantaranya pertama, berdasarkan dengan putusan MK soal keberadaan UU No.45 Tahun 1999 tentang pemekaran sejumlah provinsi di Papua agar segera dilaksanakan, kedua, menghentikan segala kegiatan politik dan pemerintahan di provinsi Irian Jaya barat, ketiga, minta ada keputusan penggabunggan anggota DPRD Irian Jaya Barat ke DPRP.
Keempat, pemerintah pusat harus menginventarisir kewenangan-kewenangan Pemerintah Provinsi Papua dalam pengelolaan dana otsus. Kelima. Segera melaksanakan Pilkada di beberapa kabupaten diantaranya Kabupaten Bintuni, Teluk Wondama, Manokwari, Kaimana, Fakfak, Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat.
" Itu karena semua kabupaten itu tak bermasalah dan aturan Pilkada di IJB berbeda dengan di Provinsi Papua, apalagi semua kabupaten itu masih masuk dalam Provinsi Papua," urainya.
Keenam, Pemerintah pusat harus mendukung pemerintah daerah di Papua untuk mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan dalam rangka mempercepat pembentukan MRP. Ketujuh, setelah MRP terbentuk, selanjutnya pemerintah pusat harus memfasilitasi dan melindungi proses pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua.
Kedelapan, terkait dengan agenda-agenda politik tersebut kami DPRP minta kepada presiden untuk mensuport dan menindaklanjuti pokok-pokok permintaan kami itu paling lambat 2 bulan setelah kami sampaikan. Kesembilan, DPRP juga minta kepada presiden untuk mengkondisikan pertemuan baik presiden, para menteri dan Pemerintah Provinsi Papua guna membahas dan mengkaji masalah-masalah yang terjadi di Papua termasuk soal pemekaran wilayah-wilayah di Provinsi Papua agar sesuai dengan UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.
" Tentu perjuangan melalui apa yang kami sampaikan ini belum selesai sampai disini, akan terus kita perjuangkan bersama rakyat. Tapi harus dipahami bahwa Papua tetap dalam wadah NKRI, sehingga jika Otsus dikembalikan maka rakyat juga harus mau menerima konsekuensinya jika nantinya pemerintah menerapkan kebijakan lain berupa perundang-undangan untuk menjalankan pembangunan di Papua," lontarnya.
Penyampaiannya itu kemudian ditanggapi juga secara langsung oleh pihak DAP. Melalui sekretaris DAP Fadal Alhamid nampaknya ngotot minta agar salah satu tuntutannya dijawab yakni kapan batas waktu bagi DPRP untuk menggelar sidang paripurna khusus guna meneruskan tuntutan DAP ke Pemerintah pusat.
Tak pelak hal itu membuat Jhon Ibo sempat naik darah. Iapun dengan nada lantang minta agar masyarakat memahami situasi dan kondisi yang tak memungkinkan untuk diambil keputusan. Lantaran harus melalui mekanisme dewan yang berlaku. Massapun sempat tegang.
Akhirnya Sekretaris Umum DAP Leonard Imbiri menengahi dan minta agar massa tenang serta mau memahami situasi. Namun Leo mengatakan bahwa apa yang menjadi tuntutan DAP tak akan berubah, dan perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam alam demokrasi. Akhirnya, kegiatan DAP itupun ditutup dengan doa sekitar pukul 15.00 WIT. Kemudian massa dengan damai meninggalkan gedung DPRP secara tertib.
Usai menerima pernyatan sikap DAP, Jhon Ibo kepada wartawan dalam jumpa pers di ruangannya kembali menegaskan bahwa sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat, pihaknya akan menyampaikan aspirasi DAP kepada pihak yang berkopeten sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
" Kami sadari bahwa sosialisasi soal beberapa pasal dalam UU No.21 tahun 2001 tentang Otsus Papua belum disosialisasikan secara baik. Ada faktor historis dimana Otsus diterima dalam kondisi masyakatar seperti itu. Banyak yang belum dipahami rakyat soal Otsus. Namun kami telah berupaya maksimal. Mestinya rakyat mendukung kami untuk memperjuangkan Otsus, karena di dalamnya telah diatur soal hak-hak orang Papua," jelasnya.
Ia juga tak menampik juka nantinya DPRP mempertimbangkan untuk dibentuknya tim Pansus guna menampung dan menindaklanjuti aspirasi DAP tersebut. Namun ia mengingatkan bahwa semuanya harus melalui mekanisme aturan yang berlaku di DPRP.
Dalam kesempatan itu pula, Ketua Komisi A DPRP Yance Kayame secara terang-terangan menuding bahwa pemerintah pusatlah yang menyebabkan situasi bagi orang Papua seperti diadu domba. Pemerintah pusat juga ikut bertanggungjawab atas belum maksimalnya pelaksanaan Otsus di Papua.
Ia menyebutkan ada beberapa faktor penyebab. Pertama, belum seriusnya pemerintah pusat melaksanakan Otsus terbukti dengan adanya UU. No.45 Tahun 1999 tentang pemekaran yang diperkuta Inpres No.1 Tahun 2003, meski akhirnya digugurkan melalui putusan mahkamah Konstitusi. Namun ia menilai putusan itu belum dieksekusi sehingga mengambang apalagi Provinsi IJB pada kenyataannya tetap berjalan..
Kedua, lambannya pengesahaan Peraturan Pemerintah mengenai MRP. Ini juga menurutnya membuktikan pemerintah tak serius. Ketiga, adanya Surat keputusan bersama (SKB) Menteri yang menjadwal ulang pengucuran dana Otsus. Keterlambatan itu telah mengakibatkan kemunduran pelaksanaaan Otsus.
" Saya rasa ada skenario untuk mengadu domba orang Papua, mulai soal Otsus, IJB sampai soal aspirasi M termasuk berbagai kebijakan-kebijakan yang keliru untuk pembangunan di Papua. Dan ini sudah terjadi," ungkapnya.
Soal aspirasi DAP, Yance mengaku dirinya selaku Ketua Komisi A dan juga Pansus Otsus mengatakan segera akan membahasnya melalui panita musyawarah sesuai mekanisme dewan untuk selanjutnya disampaikan ke pemerintah pusat melalui presiden.(sh/mud/cr-140)
ENAM TUNTUTAN DAP/MAP
1. Mendesak DPRP dan Pemerintah Provinsi Papua untuk menghentikan proses pembentukan MRP yang tidak mencerminkan representase kultural Papua dan mendorong pemerintah pusat melaksanakan, evaluasi menyeluruh tentang pelaksanaan otonomi khusus bagi Papua dan segera menggelar dialog damai dan adil bagi Tanah Papua berdasarkan kerangka acuan dialog yang disepakti semua pihak.
2. Mendesak Pemerintah Indonesia, Pemerintah Kerajaan Belanda dan PBB melalui DPRP Provinsi Papua untuk segera melakukan klarifikasi sejarah Papua Barat, agar masyarakat Papua tidak lagi menjadi korban pelanggaran hak Azasi manusia, bahkan hak hidupnya diambil oleh tindakan-tindakan represif militer hanya karena penafsiran sejarah oleh rakyat Papua berbeda dengan penafsiran sejarah oleh pemerintah seperti pada kasus penculikan dan pembunuhan They Hiyo Eluay.
3. Dalam rangka perlindungan terhadap hak hidup masyarakat adat Papua, maka penempatan pasukan kecuali dalam keadaan darurat harus atas persetujuan DPRP Provinsi Papua. Hal itu harus diatur dalam suatu peraturan pemerintah dan dijabarkan dalam peraturan daerah mengenai kewenangan DPRP menata dan mengawasi militer dan Polisi.
4. DAP minta kepada Presiden agar segera mengeluarkan izin untuk memerikswa Gubernur Provinsi Papua DR. JP Solossa MSi dan semua pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan pemanfaatan dana-dana Otonomi Khusus di Provinsi Papua.
5. MAP melalui Presiden mendesak Kapolri, Kejaksaan dan KPK untuk segera menyelidiki sampai pada tingkat pengadilan yang tuntas mengenai dugaan tindak pidana korupsi atas dana masyarakat melalui kebijakan Otsus, sehingga masyarakat Papua mendapat rasa keadilan dari impunitas kebijakan dan pemanfaatan dana-dana Otsus secara transparan oleh Gubernur Provinsi Papua dan pejabat pemerintah terkait.
6. Mendesak DPRP Provinsi Papua untuk sepakat dengan masyarakat adat Papua tentang batas waktu/jadwal penyelesaian terhadap tuntutan-tuntutan MAP dan mendorong semua pihak untuk secara rinci dan jelas mempelajari hasil-hasil pleno terbuka. (*)
Sumber : Cenderawasih Pos