Pengantar
Maaf-maaf saja karena penuliasn ini tidak berdasarkan UU No. 21 Tahun tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), walaupun isi artikwl ini telah banyak diatur tapi kenyataan di lapangan berbeda karena masyarakat Pedalaman Papua terutama para guru maupun Lembaga Musyawarah Desa (LMD) tidak mengenal karena hingga saat ini tidak ada sosialisasi walaupun sudah berjalan dua (2) tahun.
Sudah setengah abad lebih Papua masuk di Dalam Bingkai Negara Republik Indonesia (NKRI) masuk dalam alam kebebasan (kemerdekaan) secara politik dari tangan Penjajah Hindia Belanda. Menurut bukti dari kebebasan itu tidak mencapai puncak kenikmatan yang paling atas. Jika itu usia manusia sudah pasti punya cucu bahkan cicit dan buyut. Menganpa hal ini terjadi, mungkin ada faktor penghambat, barangkali kurang percaya diri (PD) sebagai bangsa yang merdeka atau Pendidikan sejarah Bangsa Indonesia yang kurang tepat antara praktek dan teori yang menduasehingga mutu generasi muda bangsa Indonesia semakin terpuruk, dan yang jelas kami bukan pelaku sejarah tetapi kami sebagai pelaku pendidikan dan penerus bangsa yang sedang namun hanya sebagai penonton Pembangunan dan masa mendatang jikalau suatu saat waktu berkata lain untuk meneruskan pembangunan ini.
Kalai tidak salah menilam nasib dunia pendidikan kian terpuruk saja mutunya, siburuk Ibu Christien dari Pedalaman Papua yang hanya berperan sebagai "Pekerja Bakti di kebin tradisional" terhadap Bngsa yang besar ini. Menurut survey PBB pada tahun 2003 yang kalau tidak salah ingat, mutu pendidikan Indonesia menduduki rangking 174 dari 209 negara pada hal tetangga kita yang dulunya kita menjadi gurunya Malaysia di posisi 61, Thailand 67, Pilipina 77, da Brunei di urutan ke 32, kalau dengan Singapura ibarat Langit dan Bumi alias tidak setara.
Menurut kami generasi Era Milenium tiga ini melihat keadaan pendidikan Indonesai seperti diatas maka kami mengambil kesimpulan untuk mengatasi pembahasan sebagai berikut :
Yang pertama, Bangsa yang besar adalah Menilai "Diri Sendiri" perjalanan hidup yang pernah ada akan pengalaman pahitnya "kemudian" mengakui dan menginsafi lalu "memperbaharui" dalam tahap tindakannya.
Yang kedua, untuk memunculkan generasi yang berkwalitas dan berkwantitas sesuai tuntutan zaman maka penguasaan Ilmu Pengetahuan adalah pengenalan diri, keluarga, tetangga, masyarakat, kampung desanya, kecamatannya, kabupatennya, propinsinya, negaranya dan dunia secara luas bukan dari Jawa ke Papua atau dari Amerika ke Indonesia seperti bawa seember air pegangan didasar embernya atau dianggap teoritis terus oleh pihak asing.
Yang ketiga pembuatan kurikulum semuanya bermuatan Budaya P. Jawa dan apa yang ada di Jawa. Logikanya apa di Pedalaman Papua ada Kereta Api sehingga anak-anak Sekolah pulang sekolah naik Kereta Api ? Apa orang Batak ada yang namanya Budi atau Wati paling Ucokc
Yang keempat, para negarawan dan pemimpin Bangsa yang bermentak materi ketimbang spiritual dan pola penerapan industrialisasi yang tidak sesuai dengan raktay Indonesia
Dan yang kelima, pola penerapan pendidikan lebih bersifat ilmu-ilmu sosial daripada ilmu-ilmu alam serta pembunuhan mentalk sptiritual perkembangan anak-anak Papua di bangku SD, SLTP dan SMU dapat dibatasi baik dalam bentuk kreativitas yang berkembangan Berbasiskan Budaya Lokal Papua.
JIAK